Tarian Giring-giring adalah salah satu tarian asli Suku Dayak Ma’anyan yang pada awalnya bermukim di daerah Barito Timur dan Barito Selatan Provinsi Kalimantan Tengah, baik di wilayah Banua Lima, Kampung Sapuluh maupun Paju Epat.
Peralatan yang digunakan untuk tarian ini adalah :
1. Giring-giring, yaitu bahan yang terbuat dari bambu sebanyak satu sampai dua buku, yang diisi dengan biji-bijian yang keras (diki piding) agar jika digoyang maka akan menimbulkan bunyi. Bambu tersebut disatukan dengan kayu kecil yang lurus (berdiamater sekitar 3 cm) sebagai tempat pegangannya. Pada ujung kayu tersebut diikat dengan rumbai-rumbai. Giring-giring ini digunakan dengan cara memegang dan menggoyangnya dengan pergelangan tangan dan berada pada jepitan ujung jari sejajar lantai.
2. Gantar (tongkat), yaitu suatu bahan yang terbuat dari kayu kecil yang lurus (berdiamater sekitar 3 cm), digunakan tegak lurus ke lantai dan ketika dihentakkan ke lantai menimbulkan bunyi ketukan.
3. Kangkanung (terbuat dari logam), Salung (terbuat dari bambu), Gamang, yaitu suatu alat bunyi yang terdiri dari lima buah yang membentuk 5 bunyi nada yang berbeda.
4. Gandrang, yaitu suatu alat berbentuk tabung dengan salah satu sisinya ditutup dengan kulit binatang kering yang kuat. Alat ini dipukul dengan tangan (katebung) dan dipukul dengan bilah kayu kecil (karempet).
5. Agung, yaitu suatu alat yang berbentuk gong.
Pakaian yang digunakan dalam tarian ini adalah :
1. Pidannang, yaitu celana yang terbuat dari kulit kayu (kayu keang), penari laki-laki menggunakan ukuran dari pinggang sampai bawah lutut, sedangkan penari perempuan menggunakan ukuran dari dada sampai bawah lutut.
2. Lawung, yaitu topi yang dipakai oleh penari laki-laki, sedangkan penari perempuan menggunakan paringit wundrung (janur)
3. Sarammen, yaitu kalung yang terbuat dari untaian taring-taring binatang.
Tarian ini umumnya menggunakan irama 4/4 dan para penari menggunakan giring-giring dan gantar membentuk suatu gerakan yang seirama dengan dengan permainan Kangkanung/Salung/Gamang, Gandrang serta Agung.
Pada awalnya tarian ini dilaksanakan dalam rangka menyambut para pahlawan yang kembali dari medan perang, serta sebagai ungkapan syukur kepada roh-roh yang telah menyertai mereka sehingga mereka bisa menang dalam peperangan.
Saat ini tarian ini dilaksanakan dalam rangka menerima tamu dalam suatu acara resmi, sebagai tarian seni, sosial, pesta perkawinan, pesta syukur panen (masi), keramaian kampung dan lain-lain.
Palangkaraya, 17 Pebruari 2010
(Sumber : Karno A. Dandan)
(Sumber : Karno A. Dandan)
bagus tulisannu, lanjutkan
BalasHapus